News

Selasa, 30 Oktober 2018

Makna dari Sebuah Doa



Doa merupakan bagian penting dari agama. Doa merupakan sarana paling mudah bagi manusia untuk berhubungan dengan Tuhan karena itu menyangkut perasaan manusia  secara langsung—keinginan dan harapan manusia. Kenyataan ini menjadikan doa mempunyai sifat ganda; doa itu manusiawi karena ada campur tangan manusia di  dalamnya namun doa juga ilahiah karena Tuhan pasti terlibat di dalamnya. Keterlibatan dua pihak secara aktif dalam doa menjadikan doa bersifat polemis sekali. Ada anggapan bahwa doa itu tidak masuk akal karena membuat manusia berpikir telah melakukan sesuatu padahal kenyataanya hanya diam saja, ada  yang merasa segan untuk berdoa karena melihat dirinya tidak pantas di hadapan Tuhan, ada juga yang melihat doa sebagai jalan terakhir dalam menghadapi masalah dalam kehidupan. Semua masalah ini tidak membuat doa sesuatu yang buruk, bahkan dengan keberadaan semua sifat itu doa menjadi  makin menarik untuk dibicarakan—dan pada akhirnya dijalankan atau ditinggalkan.

Doa bersifat sangat personal karena memilki berbagai varian relatif terhadap individu. Ia datang dari kegelisahan manusia akan kehidupan yang tidak menyenangkan atau bisa juga dari harapan manusia yang terasa jauh dari jangkauan manusia tersebut. Pada aktivitas doa, manusia menghubungi Tuhan untuk meminta agar Tuhan melakukan apa yang dia inginkan; doa merupakan usaha manusia untuk memanfaatkan kekuasaan Tuhan demi tujuan-tujuan yang ingin dia wujudkan, apapun itu bentuknya.  Dengan demikian, doa mengandung harapan yang spesifik relatif terhadap manusia sehingga manusia punya tolak ukur yang jelas terhadap doa.

Keadaan ini menjadikan doa suatu ibadah yang yang bisa dikatakan ambisius dan punya peluang egois yang besar. Saat manusia berdoa tentu manusia itu mengetahui betul apa yang dia inginkan dari doa itu dan akan senantiasa memperhatikan prosesnya. Lebih jauh, sebelum berdoa manusia akan melakukan beberapa  pertimbangan agar keinginannya dapat terwujud atau setidaknya lebih mungkin terwujud. Yang perlu diperhatikan di sini adalah, seringkali persepsi manusia akan doa sangat manusiawi  sehingga kadang melupakan keberadaan pihak lain yang terlibat dalam doa—Tuhan.
Jika kita telusuri dari awal sekali (proses pra-doa) manusia akan melihat dirinya sendiri dahulu yaitu apakah dia cukup pantas untuk berdoa. Kepantasan ini  berkisar pada pertanyaan dan renungan apakah diri manusia itu cukup baik di mata Tuhan. Jika pada akhirnya renungan ini berujung pada jawaban bahwa  dirinya cukup baik atau cukup suci maka manusia akan melakukan doa tanpa segan dan dengan semangat tinggi. Namun jika keadaan sebaliknya yang muncul maka manusia akan berdoa dengan penuh keraguan dan keengganan. Mereka merasa doa tidak ada gunanya karena energi yang digunakan dalam doa dirasa tidak punya kepastian apa-apa. Keburukan diri menjadikan Tuhan enggan melihat dirinya sehingga peluang terkabulnya doa menjadi kecil dan energi serta waktu yang dihabiskan dalam doa bisa berujung pada kesia-siaan.

Jika pada tahap pra-doa kita lihat bahwa pertimbangan manusia terkait doa cenderung reflektif (punya sifat koreksi diri dan instrospektif) maka setelah doa dipanjatkan manusia memiliki pertimbangan lain yang asosiatif (melihat kondisi di luar diri berdasarkan pengetahuan diri) yakni bagaimana  doa yang dipanjatkan dikabulkan. Pertimbangan ini merupakan pengembangan dari pertimbangan pra-doa dimana segala harapan yang diutarakan selama doa serta bekal kepercayaan diri pada masa pra-doa dihitung dan ditimbang demi memperoleh gambaran konkret atas hasil doa yang dipanjatkan. Dengan kata lain, pada tahap ini manusia mencoba melakukan perhitungan kemungkinan bagaimana doa itu terwujud. Manusia memiliki harapan yang lebih tinggi akan terwujudnya harapan karena merasa telah melakukan aktivitas doa yang melibatkan Tuhan yang maha kuasa (dan alam tentu tunduk pada kekuasaan Tuhan). Manusia yakin bahwa usahanya tidak akan gagal karena Tuhan ada di sisi mereka dan kegagalan adalah sesuatu yang sangat kecil bahkan mustahil karena Tuhan yang maha kuasa telah mereka minta untuk mempermudah urusan mereka.

Ada satu proses lagi yang belum dibicarakan disini yakni proses doa, namun kualitas dari proses doa sebenarnya dipengaruhi oleh dua kondisi ini (pra-doa dan paska-doa) sehingga membicarakan keduanya terlebih dahulu akan memudahkan kita bicara bagaimana doa itu dipanjatkan oleh manusia.
Sejauh ini kita telah melihat betapa proses doa sebagai suatu proses yang manusiawi seakan kita tengah meminta pada manusia. Kita melihat Tuhan sebagaimana manusia dengan cara meletakkan pertimbangan kita yang terbatas pada-Nya. Kita mulai dari proses pra-doa yang sejauh ini kita lihat sangat terpaku pada penilaian diri manusia semata. Koreksi diri memang penting sebelum doa karena hal ini dapat membangkitkan semangat memperbaiki diri sebelum memanjatkan doa. Namun tidak jarang juga kondisi ini malah menghambat manusia untuk berdoa karena manusia terkesan menunggu diri menjadi baik dulu agar pantas berdoa; manusia merasa penilaianya akan dirinya itu setara dengan penilaian Tuhan akan dirinya. Atau pada kasus lain manusia akan memperbaiki diri hanya jika manusia ingin berdoa dan setelah itu manusia akan kembali pada kondisi awalnya setelah doa itu terwujud.

Kemudian pada proses paska-doa manusia punya ekspektasi bahwa doanya terwujud karena dirinya telah berbuat baik menurut ukurannya sendiri. Keterwujudan doa ini diukur secara manusiawi juga karena didasarkan pada apa yang telah manusia itu utarakan saat berdoa. Manusia merasa doanya terwujud jika dia mendapatkan apa yang dia utarakan selama proses doa dan jika tidak demikian maka manusia akan menolak—entah menunjukkan gejala protes atau mereka tidak bisa begitu saja menerima kenyataan yang ada. Manusia mencoba mematok doa dengan kualitas keduniawian yang materil padahal Tuhan bekerja pada ranah imateril yang tidak melulu terikat dengan dunia dan isinya.
Dengan perspektif yang egoistis ini, maka doa jadi kehilangan fungsi tersiratnya yakni sebagai usaha yang sifatnya ilahiah. Kita melihat doa sebagai usaha yang kental sekali dengan nuansa transaski dengan Tuhan. Kita melihat Tuhan bukan sebagai rekanan tapi sebagai penyedia sumber daya yang bisa kita hitung sehingga kita mampu memperkirakan apa yang kita dapat dari doa. Kita merasa bahwa Tuhan mau berada di pihak manusia hanya karena manusia telah berbuat menurut pandangannya dan setelahnya manusia merasa berhak menentukan hasil dari doa berdasarkan keinginannya saja.

Padahal jika manusia mampu melihat sifat Tuhan yang misterius dan immaterial, maka manusia bisa melihat sebenarnya doa yang dia panjatkan adalah proses kreatif yang harus dipelihara oleh kedua belah pihak. Karakter Tuhan yang misterius memang bisa membuat doa nampak suram; doa adalah usaha  meminta pada pihak yang tidak dikenal secara utuh sehingga tidak ada jaminan apa-apa pada doa yang diutarakan. Namun di sisi lain, hal ini bisa menjadikan doa sesuatu yang inovatif. Perbedaan karakter Tuhan dan manusia menjadikan manusia tidak bisa serta merta mengandalkan doa sebagai solusi akhir karena manusia tidak bisa sepenuhnya berharap pada Tuhan akan memberikan sesuatu yang secara material sama persis dengan apa yang dia minta. Manusia harus memperjuangkan doa yang dia utarakan pada Tuhan di kehidupan sehari-hari karena Tuhan tidak beriteraksi dengan alam material secara langsung (padahal permintaan manusia dalam doa sangat material).

Pada proses pra-doa, manusia hendaknya tidak tertahan pada kesadaran bahwa dirinya buruk. Apa yang menurut manusia buruk tidak serta merta buruk juga bagi Tuhan maka berdoa sebelum menjadi baik itu masuk akal. Dalam kerangka ini, bukan tindakan yang mempengaruhi doa melainkan sebaliknya yakni doa yang mempengaruhi tindakan. Dengan keberanian manusia berdoa memohon sesuatu, maka manusia punya keyakinan bahwa hal itu akan terwujud suatu hari nanti sehingga semakin sering manusia mengutarakan doa itu, manusia akan semakin yakin bahwa apa yang dia minta akan terwujud. Keyakinan ini tidak boleh di hentikan sebatas pikiran saja tapi juga perlu diusahakan sebaik mungkin lewat tindakan konkret. Tindakan yang terus menerus akan memiliki arti karena manusia senantiasa ingat bahwa tindakan yang dia lakukan akan mengantarnya menuju tujuan yang lebih besar—yang mana proses mengingat ini dapat dilakukan lewat doa.

Kemudian pada proses paska-doa, kesadaran bahwa Tuhan itu tidak bergerak pada alam material secara langsung menjadikan manusia sadar bahwa permintaanya yang sarat akan unsur material tidak bisa semata-mata diwujudkan Tuhan dalam bentuk material yang konkret. Lagi-lagi, perlu ada usaha  dari manusia untuk menjadikan doa itu terwujud secara konkret lewat kerja nyata di dunia karena bagaimanapun juga manusia adalah pihak yang hadir di alam material sehingga hanya dirinya yang mampu melakukan manipulasi terhadap alam nyata secara langsung. Tuhan tidak lantas  dilupakan di sini karena kehadiran Tuhan yang bersifat imaterial ditambah keyakinan ada campur tangan Tuhan (yang muncul lewat aktivitas doa) menjadikan hasil apapun dari kerja dan doa yang dilakukan selalu punya makna yang lebih berarti. Tuhan memang tidak mewujudkan harapan dalam doa secara langsung namun apa yang Tuhan hadirkan dalam usaha pemenuhan harapan dalam doa adalah semangat dan makna dalam proses terwujudnya harapan. Unsur-unsur ini, yang sifatnya imaterial seperti Tuhan serta tidak konkret, memiliki ikatan yang longgar dengan materi hasil kerja namun terhubung jelas dengan doa sehingga diri mampu menangkap makna dan nilai dari hasil apapun yang didapat—pada akhirnya penolakan dapat ditekan bahkan dihindari sehingga ada kepuasan yang didapat oleh diri.

Sampai di sini aktivitas memanjatkan doa bisa mulai dibicarakan karena posisi Tuhan dan manusia telah jelas dalam dua tahap doa (pra-doa dan paska-doa). Kesadaran ini akan amat membantu dalam menyusun kerangka berpikir tentang bagaimana doa itu dipanjatkan. Telah di ketahui bahwa ada dua model yang dibicarakan di atas yakni model egoistis yang sangat manusiawi dan model alternatif yang mempertimbangkan peran kedua belah pihak. Pada model egoistis, doa akan dipanjatkan dengan penuh emosi dan hasrat untuk merasakan terkabulnya doa secara utuh. Maksudnya, doa yang dipanjatkan akan kental dengan harapan manusia yang terikat ruang dan waktu. Doa dijadikan suatu aktivitas praktis yang tidak sakral ataupun mendalam karena kita merasa kita pantas berhadapan dengan Tuhan begitu saja dan saat itu saja. Kepraktisan dalam doa menjadikan aktivitas doa kehilangan fungsi mengingatkan pada harapan dan berubah jadi suatu bentuk jalan lain untuk mewujudkan harapan yang bahkan terpisah dari kerja. Tidak ada kesan emosional dalam doa yang dapat memacu diri manusia melakukan usaha lebih baik sehingga tidak ada perubahan nyata dalam laku keseharian manusia meski telah melakukan doa tiap hari.

Namun pada model alternatif manusia sadar bahwa siapa yang dihadapinya dalam doa adalah Tuhan yang misterius. Manusia berdoa dengan harapan Tuhan akan membantunya dalam kerja mewujudkan harapannya bukan Tuhan memberikan hadiah berupa terwujudnya doa karena dia telah berdoa. Manusia akan melihat doa sebagai suatu usaha yang menyatu dengan kerja sehingga baginya berdoa bukan jalan terakhir melainkan bagian lain dari usaha yang lebih besar. Aktivitas doa merupakan kegiatan yang emosional dan dapat mengusik jiwa agar jiwa dapat berubah mendukung kerja mewujudkan harapan diri. Perubahan dalam jiwa lambat laun akan menjadi semangat yang kuat yang terus ada dalam kerja apapun yang dilakukan diri sehingga apapun hasil kerja yang diperoleh akan selalu punya kaitan dengan doa yang dipanjatkan—dan Tuhan juga sebagai pusat dari semangat ini.
Doa yang tidak emosional dan terpisah dari kerja bukanlah doa yang baik karena fungsi tersirat dari doa jadi hilang. Doa punya fungsi alternatif selain sarana meminta pada Tuhan yakni sebagai sarana melatih diri menjaga kepekaan hati dan memelihara arti dari tindakan. Doa yang bermakna  adalah doa yang dipanjatkan dengan dengan melibatkan emosi sehingga kepekaan perasaan tentu diperlukan di sini. Kepekaan perasaan yang terus menerus di gunakan dalam doa pada akhirnya akan ikut terbawa dalam keseharian sehingga diri tidak melulu menjadi pribadi yang mekanis. Ada emosi yang menyertainya dalam kehidupan sehari-hari sehingga fenomena alam tidak hanya dipandang sebagai peristiwa acak yang lepas dari kehidupan manusia. Pada akhirnya diri akan mampu merasakan bahwa kehidupan ini tidak sia-sia dengan kata lain diri mampu mencari makna dari fenomena alam—pada akhirnya diri jadi mampu mencapai pengalaman akan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.
Makna dalam fenomena sehari-hari juga akan mempengaruhi kerja yang dilakukan diri dimana pengalaman menemukan makna dalam berbagai fenomena tersebut akan mampu memberi bekal bagi diri untuk memaknai tindakan yang dia lakukan. Makna ini menjadikan tindakan lebih berarti sehingga diri mampu meraih ikatan yang dalam dengan tindakan yang dia lakukan dan tidak sekedar memenuhi kewajiban maupun pola yang yang berkembang di lingkunganya. Kondisi ini menjadikan diri mampu berekspresi secara penuh dalam tindakannya sehingga dia mampu meningkatkan kualitas kerjanya dan menjadi lebih produktif dan inovatif.

Ketika manusia telah menemukan makna dalam tindakan maupun fenomena yang dia alami dan mampu menjaga konsistensinya dengan usaha berupa doa, maka manusia akan mulai dapat melepaskan ikatan dirinya dengan perkara material. Namun kegiatan ini tidak menjadikan manusia lepas sama sekali juga dari kehidupan karena bagaimanapun juga dalam memenuhi harapannya, manusia akan memanjatkan doa dan diiringi kerja aktif mewujudkan harapannya di alam material. Jika kesadaran yang mewujud dalam tindakan ini senantiasa muncul secara konsisten maka dengan menjaga komposisi antara doa dan kerja manusia akan mampu menempati posisinya yang berada diantara alam material dan alam imaterial. Keberadaan manusia pada posisi ini merupakan keuntungan tersendiri karena manusia memiliki eksistensi ganda yang mana keduanya bisa saling mempengaruhi dan memperkuat.  

Penulis: Subhan Rahman Prabowo.
Editor: Andik Kurniawan Santoso.

Tulisan ini juga dimuat di blog penulis            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah sebijak mungkin.
Komentar tidak pantas akan di hapus oleh admin.