Blog yang dimiliki oleh PPMKH3 (selanjutnya disebut PPM) adalah salah
satu media publikasi yang dimiliki oleh PPM. Sebagaimana media publikasi lain,
media ini dikelola oleh santri sendiri. Sebagai media publikasi berbasis
tulisan, blog ini memuat berita-berita terkait santri, informasi PPM yang perlu
disebarluaskan ke publik, atau berbagai nasihat agama.
Namun tidak seperti media publikasi lain, blog PPM bisa dibilang tidak
terlalu aktif. Media publikasi PPM lain
seperti Instagram sering mendapatkan konten baru. Hampir setiap kegiatan besar
PPM pasti akan diwakilkan dengan beberapa konten Instagram sehingga feed dari
Instagram PPM lebih ramai daripada arsip blog PPM.
Karena kontributor dari blog PPM ini adalah santri sendiri, maka
sedikitnya tulisan di blog PPM adalah tanda kalau santri PPM belum giat memublikasikan
tulisannya—atau bahkan belum punya kegiatan menulis.
Padahal sebagai santri yang kelak akan menjadi mubaligh yang terjun ke
masyarakat, kegiatan menulis dapat membantu santri untuk belajar berpikir
secara baik. Seorang mubaligh diharuskan memahami kondisi umat dan kemudian
menggunakan pemahaman ini untuk menggerakkan umat menjadi lebih baik, entah itu
membuat mereka lebih tertib ibadahnya, lebih berhati-hati pada kemaksiatan,
lebih peduli pada sesama, atau kebaikan lain. Semua kegiatan itu memerlukan
cara berpikir yang cerdas pada awalnya, lalu aksi nyata selanjutnya. Keduanya
perlu ada sehingga kerja aktivisme mubaligh dapat memberikan dampak yang
efektif bagi umat tempat mubaligh tersebut bertugas.
Dalam hal meningkatkan kemampuan berpikir, menulis adalah sarana untuk
melatih kemampuan merumuskan gagasan abstrak secara sistematis namun tetap
dapat dipahami orang lain.
Gagasan yang abstrak sebenarnya berangkat dari pengamatan yang cermat
pada lingkungan sekitar. Fenomena yang terjadi coba dicermati untuk kemudian
dimasukkan dalam berbagai kategori yang lebih sederhana. Dengan memecah
fenomena ini, setiap bagiannya akan lebih mudah di analisa dengan pemahaman
yang telah dimiliki dan pada akhirnya fenomena dapat dijelaskan dengan lebih
mudah. Informasi ini kemudian dapat digunakan untuk membangun pemahaman yang
lebih baik tentang lingkungan sekitar karena lingkungan pada dasarnya adalah
sekumpulan fenomena yang terjadi dalam urutan waktu.
Menuliskan apa yang teramati di lingkungan dapat membuka jalan menuju
pemikiran yang mendalam. Dengan menulis, pengalaman yang dirasakan akan
difokuskan dan dipahami agar dapat direka ulang. Dengan demikian, pengalaman
yang awalnya biasa saja jadi terasa lebih berkesan bahkan lebih rumit. Berbagai
sisi yang awalnya tidak terlihat dapat perlahan dilihat bahkan dipahami.
Pengalaman jadi lebih kaya dan pemahaman baru dapat bermunculan.
Pada akhirnya pengalaman yang dirasakan—bahkan yang paling sederhana
sekalipun—dapat dialami dengan lebih mendalam dan dipahami lebih baik. Baik
pikiran maupun hati dapat sama-sama mendapatkan informasi baru yang mana dapat
digunakan untuk memahami fenomena lain yang dialami kelak di kemudian hari.
Jika hal ini dapat dilatih terus, maka ketika santri telah menjadi
mubaligh, dia akan lebih peka dan lebih baik dalam mengalami dan memahami
fenomena yang terjadi di dalam umat. Berbagai peristiwa yang terjadi tidak
sekadar lewat begitu saja namun dapat dialami, dipahami, bahkan diterangkan
dengan lebih lanjut dan terperinci.
Informasi yang didapatkan ini—meliputi kesan, pemahaman, dan pengalaman—kemudian
akan ikut membangun konstruksi konsep santri atas lingkungan serta berbagai
fenomena yang terjadi di dalamnya. Proses pembangunan konstruksi ini akan
melibatkan proses berpikir selanjutnya yaitu berpikir secara sistematis.
Berpikir secara sistematis identik dengan berpikir secara logis.
Sesuatu yang logis artinya sesuatu yang dapat diterima nalar serta memiliki
urutan argumen yang runtut. Keduanya berpegang pada pengalaman masa lalu atau
peristiwa lain di masa lampau yang mana pengalaman ini juga harus mampu
dipahami oleh nalar.
Sebenarnya membangun konstruksi akan lingkungan tidak harus menggunakan
pemikiran yang sistematik. Ada kalanya konstruksi pikiran dibangun berdasarkan
dogma atau kepercayaan semata. Dogma ini merupakan produk dari keyakinan
masyarakat yang telah tertanam begitu kuat dan dialami setiap hari. Tidak ada
proses berpikir yang teratur dan sistematis di sini dan semua hal muncul begitu
saja tanpa bisa dijelaskan asal-usulnya. Bahkan, tidak ada kritik maupun usaha
untuk memahami lingkungan—biasa dibilang, lingkungan ini beku karena tidak ada
dinamika di dalamnya.
Di lain pihak, berpikir sistematis berangkat dari individu bukan
kelompok. Seseorang yang berfikir secara sistematis akan menciptakan konstruksi
pikirannya sendiri yang khas karena bahan baku yang digunakan untuk berpikir
juga unik dan berbeda dengan individu lain. Selain itu, produk pikiran yang
sistematis dapat dikritisi, diperbaiki, atau diperbaharui dengan lebih mudah
karena dapat dipecah menjadi beberapa argumen.
Jika pada proses perumusan gagasan abstrak kegiatan menulis menyediakan
bahan dasar berupa kesan, pengalaman, dan pemahaman, maka menulis pada proses
berpikir sistematis menyediakan sarana yang nyata untuk membangun gagasan atau
ide secara lebih konkret. Alur berpikir yang logis tidak lagi hanya hadir dalam
pikiran yang tidak terlihat namun mewujud dalam huruf dan kata. Kesan,
pengalaman, dan pemahaman kini dapat dibaca dan dilihat dalam paragraf bukan
sekadar diyakini ada di dalam kepala dan hati saja.
Dalam proses menulis ini, tidak jarang ditemui kalau ternyata apa yang
telah lama diyakini tidak sekuat yang dirasakan. Ada lubang-lubang yang muncul
saat susunan ide dan gagasan mulai ditulis dan pilihan yang tersedia ada dua:
memperbaiki atau menyerah.
Dalam konteks santri, menuliskan gagasan secara sistematis membantu
santri untuk melatih berpikir secara logis dan rasional ketika berhadapan
dengan suatu masalah atau fenomena. Peristiwa tidak langsung ditanggapi begitu
saja namun coba disusun menjadi rangkaian argumen sehingga dapat dilihat kaitan
dan bangunan dari peristiwa tersebut.
Lebih lanjut, kegiatan ini dapat membantu santri yang telah menjadi
mubaligh untuk menyusun program kerja dan tindakan yang diperlukan. Berbagai
kerja yang dirumuskan dapat diukur sehingga bisa dikontrol dan dievaluasi lebih
lanjut. Bangunan program juga dapat dianalisis dengan lebih baik karena
tersusun dari pengalaman nyata yang dipahami dan dialami oleh mubaligh
tersebut. Selain itu, bangunan ini juga punya susunan yang jelas karena berdiri
di atas sistem yang logis dan rasional. Pada akhirnya, kegiatan yang dihasilkan
lebih mungkin diwujudkan dan tidak berlebihan jika diharapkan punya dampak yang
bisa dilihat.
Sampai di sini, kegiatan menulis masih berfokus pada aktivitas akal
saja. Semua pemaparan di atas telah menunjukkan kalau menulis merupakan latihan
yang baik bagi santri untuk menciptakan suatu kerja aktivisme yang konkret.
Namun sebenarnya ada hal lain yang dapat dilatih lewat kegiatan menulis, yaitu
cita rasa seni.
Seni menulis—atau sastra—punya sifat sebagaimana seni yang lain: proses
pembuatannya butuh kreativitas, rasa, dan kefasihan dalam menggunakan media
yang ada. Meski biasanya sastra identik dengan penulisan fiksi, namun sastra
juga bisa diterapkan pada bentuk tulisan non-fiksi seperti esai. Penerapan
sastra pada esai menjadikan esai lebih mudah dipahami dan punya daya emosional
sehingga pesan yang dibawa oleh esai bisa lebih baik disampaikan—singkatnya,
tulisan jadi enak dibaca.
Perlu latihan untuk membuat esai yang sastrawi ini. Membiasakan diri
menulis merupakan langkah yang baik untuk memperhalus tulisan yang dibuat serta
membiasakan rasa agar dapat menulis dengan baik. Selain itu, membiasakan diri
membaca sebanyak-banyaknya juga dapat memberikan wawasan yang bagus perihal
cara membuat tulisan yang menyenangkan saat dibaca.
Dengan kegiatan menulis yang melibatkan perasaan, serta tulisan juga
dibuat dengan proses berpikir yang baik, bisa dibilang menulis merupakan
kegiatan yang sangat bermanfaat bagi santri secara intelektual maupun
emosional. Baik akal maupun hati santri dilatih sehingga keduanya bisa
berkembang secara bersamaan. Usaha ini penting karena tulisan bisa menjadi
media bagi santri agar kelak saat menjadi mubaligh mampu menyampaikan Al-Quran
dan Al-Hadis maupun memberikan nasihat agama yang baik juga.
Kedua hal ini—menyampaikan Al-Quran dan Al-Hadis—sebenarnya adalah
pekerjaan utama seorang mubaligh. Namun keduanya adalah keahlian yang sangat
perlu dipelajari karena tidak bisa begitu saja dikuasai. Banyak aspek yang
perlu diperhatikan ketika melakukan keduanya dan sering ditemui seorang
mubaligh tidak dapat menguasai berbagai aspek tersebut dengan baik. Meski hanya
mencakup beberapa aspek saja (seperti perumusan gagasan yang sistematis serta
penyampaian pesan dengan cara yang mudah dimengerti), menulis dapat memberikan
sarana belajar kepada santri sehingga membantu santri dalam menguasai keahlian
untuk menyampaikan keduanya.
Tidak seperti nasihat atau penyampaian Al-Quran dan Al-Hadis yang
memerlukan mimbar dan pendengar, apa yang dibutuhkan ketika menulis hanyalah
media tulis dan gagasan. Menulis bisa dibilang nasihat yang sunyi karena tidak
ada yang menjadi pendengar selain diri penulis sendiri. Sampai di sini kegiatan
menulis dapat menjadi sarana introspeksi bagi santri sehingga bisa dibilang ada
nilai moral yang muncul dalam kegiatan menulis. Menulis tidak seperti nasihat
yang butuh waktu lama dan kesempatan yang tertata karena menulis dapat
dilakukan kapan pun dan di manapun selama itu bisa membuat penulis nyaman.
Fleksibilitas kegiatan menulis menjadikan kegiatan ini dapat dilakukan secara
lebih intens daripada nasihat—dengan kata lain santri bisa menasihati dirinya
kapan saja, di mana saja, dan bagaimana saja.
Hasil tulisan juga dapat dijadikan bahan diskusi di lingkungan PPM.
Jika misalnya santri dapat mengangkat tema yang sering terjadi di PPM, bukan
tidak mungkin jika masalah yang diangkat akan mendapatkan perhatian lebih
sehingga solusi bisa lebih mudah didapatkan. Apabila ini bisa diwujudkan, bukan
tidak mungkin PPM dapat menjadi media intelektual yang tidak keluarannya saja
yang punya sifat profesional religius, namun keseharian mereka juga diisi
dengan kegiatan yang profesional religius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah sebijak mungkin.
Komentar tidak pantas akan di hapus oleh admin.